Ledakan besar mengguncang Beirut Lebanon, Selasa (4/8/2020) sore. Ledakan tersebut terjadi di area pelabuhan dan memporak-porandakan sebagian besar kota.
Seperti bom atom, ledakan dimulai dengan suara ledakan keras yang menimbulkan kepulan asap yang sangat besar. Kilatan api yang sangat besar juga terlihat.
Saksi mata mengatakan ledakan terdengar hampir di seluruh kota. “Memekakkan telinga,” ujar salah satu warga melalui Twitter ditulis AFP.
Bangunan-bangunan bergetar dan jendela-jendela pecah. Bahkan listrik putus di sejumlah distrik di ibu kota Lebanon itu.
Dari data pemerintah setempat setidaknya hingga kini 70 orang tewas. Sebanyak 2.750 orang juga dikabarkan luka-luka.
Lalu apa yang terjadi?
Sebagaimana Diutarakan Kepala Keamanan Abbas Ibrahim hal tersebut terjadi karena ada dua ledakan besar yang terjadi bersamaan. Ledakan bersumber dari bahan peledak yang disita bertahun-tahun lalu dan disimpan di pelabuhan kota.
“Tampaknya ada gudang yang berisi material yang disita bertahun-tahun lalu, dan tampaknya itu adalah material yang sangat mudah meledak,” kata pejabat keamanan senior itu.
Meski demikian, ia berujar penyelidikan khusus akan tetap dilakukan.
Hal senada juga dijelaskan Perdana Menteri Hassan Diab. Ia menyebut ledakan terjadi di gudang amunisi yang telah ada sejak enam tahun, disimpan dari 2014.
Ia pun bersumpah akan meminta pertanggungjawaban. “Mereka yang bertanggung jawab atas bencana ini akan membayar harganya,” katanya dalam pidato di televisi lokal.
Diab mendeklarasikan hari Rabu (5/8/2020) sebagai hari bergabung nasional. Ia juga meminta dunia internasional membantu Lebanon dalam penanganan pasca bencana.
“Saya mengirim permohonan mendesak ke semua negara yang berteman dan bersaudara dan mencintai Lebanon, untuk berdiri di sisi kami dan membantu kami, mengobati luka yang dalam ini,” katanya.
“Dewan Pertahanan Tertinggi Lebanon menyatakan ledakan Beirut adalah Disaster-Striken City atau kota yang terdampak oleh bencana dan menyatakan status ‘berkabung’ selama tiga hari, dan merekomendasikan kepada Kabinet untuk mendeklarasikan State of Emergency selama 14 Minggu,” kata Hajriyanto melalui pernyataan pada Rabu (5/8).
Dewan Pertahanan Tertinggi juga memutuskan membentuk komisi khusus untuk menyelidiki bencana ledakan tersebut. Komisi itu diminta menyiapkan laporan terkait penyelidikan dalam lima hari ke depan.