Dalam hidup tidak selamanya berjalan mulus, sedih dan senang datang bergiliran. Terkadang senang datang tanpa disadari, begitupun dengan kesedihan bisa datang esok atau lusa. Sebagai manusia hanya bisa menerima itu semua. Sabar, tawakal, dan ikhlas merupakan kunci dalam kehidupan.
Berbicara soal sedih, manusia memang seringkali merasakan kesedihan yang membuat hati kecewa dan itu sifat manusiawi. Sedih merupakan bentuk dari emosional yang melambangkan kekesalan hati terhadap apa yang ia raih tidak tercapai.
Ustadz Hanan Attaki menjelaskan, seperti dikutip dari akun Youtube-nya, Selasa (18/8/2020), bahwa sedih adalah hal yang wajar, namun jika berlarut-larut dalam kesedihan itu juga tidak baik yang menyebabkan mental terganggu. Hal ini sesuai firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran: 139)
Sedih bukanlah salah satu perilaku yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, karena itu salah satu anugerah-Nya. Beda halnya dengan meratapi sampai berandai-andai dan menyesalkan masa lalu yang sudah terjadi, itu tidak baik dan tak ada manfaatnya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila Engkau tertimpa sesuatu (yang tidak menyenangkan) janganlah berkata, ‘Seandainya aku dulu berbuat begini niscaya akan menjadi begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah, ‘Qaddarallahu wa maa syaa’a fa’ala, Allah telah menakdirkan, terserah apa yang diputuskan-Nya.’ Karena perkataan seandainya dapat membuka celah perbuatan setan.” (HR Muslim nomor 2664)
Orang yang sedang bersedih biasanya diungkapkan dengan cara menangis, cara tersebutlah yang membuat lega akan semua penyesalan. Jangan sampai kesedihan menjadi penghalang untuk menggapai ridha Allah Subhanahu wa ta’ala.
Orang yang beriman dapat menyikapi kesedihan dan berusaha untuk mengingat Allah Subhanahu wa ta’ala. Dengan mengingat Allah Ta’ala, insya Allah semua permasalahan dapat diatasi. Apalagi jika ditambah zikir dan sholawat.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
اِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّٰهُ اِذْ اَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ اِذْ هُمَا فِى الْغَارِ اِذْ يَقُوْلُ لِصَاحِبِهٖ لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَا ۚ فَاَنْزَلَ اللّٰهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَاَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلٰى ۗ وَكَلِمَةُ اللّٰهِ هِيَ الْعُلْيَا ۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, ‘Jangan Engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.’ Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan balatentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana’.” (QS At-Taubah: 40)
“Karena kelamahan kita itu berawal saat kita mulai meragukan Allah. Dalam segala dinamika hidup kita selalu butuh Allah. Kita butuh Allah ketika Allah kita kasih ujian, bahkan kita tetap butuh Allah ketika Allah kasih kita nikmat. Kalau kita butuh Allah saat kita diuji agar kesabaran kita terjaga karena orang yang tidak ditemani atau dibersamai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala ketika dia sedang diuji maka dia akan mudah berkeluh kesah bahkan berputus asa,” tukas Ustadz Hanan Attaki.
Wallahu a’lam bishawab.